Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan pesan Presiden Prabowo Subianto soal polemik di Kabupaten Pati.
Prasetyo mengatakan bahwa Prabowo telah berpesan agar setiap pemimpin, baik itu di daerah maupun pusat, harus bisa berhati-hati dalam menetapkan kebijakan.
"Sebagaimana yang sudah kami sampaikan juga, bahwa menjadi pemimpin itu harus terus berhati-hati," ujar Prasetyo di sela sidang tahunan di kompleks Parlemen, Jumat (15/8/2025).
Pada intinya, kata Prasetyo, Prabowo meminta agar seluruh pimpinan terkait pemerintahan manapun agar tidak membuat kebijakan yang membebani rakyat.
"Siapapun pemimpin di tingkat apapun harus berhati-hati untuk memikirkan setiap kebijakan itu usahakan jangan menyusahkan rakyat," pungkasnya.
Sekadar informasi, kantor pemerintah Kabupaten Pati di-'gruduk' masyarakatnya usai Bupati Pati Sudewo memberikan pernyataan yang dinilai arogan soal kenaikan PBB 250%.
Baca Juga
Namun demikian, kini aturan kenaikan PBB itu sudah dicabut dan Bupati Sudewo sudah meminta maaf kepada rakyat secara langsung di depan massa aksi pada Rabu (13/8/2025).
Adapun, Pati menjadi salah satu daerah yang bergantung banyak dari dana transfer ke daerah (TKD). Pada 2024, pendapatan asli daerah (PAD) Pati sebesar Rp415,28 miliar atau hanya setara 14,56% dari total pendapatan daerah yang mencapai Rp2,85 triliun.
Artinya setidaknya 4/5 pendapatan daerah Pati berasal dari TKD. Sebagai perbandingan, dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, Pati merupakan daerah dengan persentase PAD terhadap total pendapatan daerah terendah ketiga, hanya unggul dari Wonogiri (11,75%) dan Klaten (13,49%).
Pemerintah pusat memang siap memangkas dana TKD sebagai strategi realokasi anggaran untuk biaya program unggulan Presiden Prabowo Subianto. Pemerintah daerah pun tidak tinggal diam. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan tata cara efisiensi dana TKD melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 56/2025.
Berdasarkan Pasal 17 ayat (1), efisiensi TKD diberlakukan terhadap alokasi yang digunakan untuk infrastruktur, dana otonomi khusus (otsus) dan keistimewaan daerah, dana yang belum dirinci per daerah dalam APBN tahun berjalan, hingga alokasi yang tidak digunakan untuk pelayanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan. Kebijakan juga mencakup TKD lain sesuai arahan presiden.
Sementara dalam Pasal 17 ayat (4) dan (5) diatur bahwa dana TKD hasil efisiensi akan dicadangkan dan tidak disalurkan, kecuali terdapat arahan lain dari presiden.
Dijelaskan bahwa hasil efisiensi TKD dapat berbentuk alokasi per daerah maupun alokasi yang belum dirinci. Dana hasil efisiensi yang dicadangkan akan menjadi dasar penyesuaian rincian alokasi TKD per provinsi/kabupaten/kota atau per bidang, yang kemudian diadopsi dalam APBD masing-masing daerah.
Namun, Istana Kepresidenan tidak setuju gejolak kenaikan PBB di Kabupaten Pati, Jawa Tengah terkait langsung dengan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat.
Kepala Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi menekankan bahwa kebijakan penaikan PBB-P2 tersebut merupakan kewenangan penuh pemerintah daerah. Hasan membantah pandangan yang mengaitkan kenaikan PBB di Pati dengan kebijakan efisiensi yang dilakukan pemerintah pusat pada awal 2025.
“Efisiensi awal 2025 itu tidak hanya untuk satu kabupaten kota, tidak hanya untuk dua kabupaten kota, tapi untuk lima ratusan kabupaten kota. Untuk seluruh kementerian dan lembaga yang ada di pemerintah pusat. Jadi kalau ada kejadian spesifik, satu kejadian, seperti yang terjadi di Pati, ini adalah murni dinamika lokal,” kata Hasan saat memberikan keterangan pers di Ruang Visualisasi lantai 15, Kantor PCO, Gedung Kwarnas, Gambir, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Menurutnya, kalau ada kebijakan kenaikan PBB, itu adalah hasil kesepakatan bupati dan DPRD sebagai pejabat publik yang dipilih rakyat sehingga tidak tepat jika langsung dikaitkan dengan kebijakan efisiensi pemerintah pusat.