Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut proses pemulangan atau ekstradisi buron kasus e-KTP, Paulus Tannos masih panjang, kendati Pengadilan Singapura sudah menolak permohonan penangguhan penahanan dengan jaminan (provisional arrest).
Supratman memaparkan, ada dua persidangan di Singapura yang dijalani oleh Paulus setelah penahanannya secara sementara sejak 17 Januari 2025. Persidangan itu meliputi soal provisional arrest yang diajukan Paulus, serta terkait dengan ekstradisi dari Singapura ke Indonesia.
Saat ini, Hakim Pengadilan Singapura baru mengeluarkan putusan soal provisional arrest terhadap pria bernama asli Thian Po Tjhin itu. Sementara itu, sidang untuk memutuskan nasib ekstradisinya masih akan digelar pada pekan depan.
"Bahwa yang diputus sekarang ini adalah permohonan penangguhan penahanan dengan jaminan. Belum masuk ke pokok perkaranya terkait dengan permintaan kita untuk ekstradisi. Nah ini tanggal 23 dan 25 [Juni] baru akan menentukan itu," terang Supratman di kantor Kementerian Hukum (Kemenkum), Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Saat ini, lanjut Supratman, pihak pemerintah Indonesia terus berkoordinasi dengan KPK selaku penegak hukum yang menangani kasus e-KTP, serta Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Koordinasi terus dilakukan sampai dengan 23-25 Juni saat persidangan dimulai.
Pihak pemerintah Indonesia juga telah melengkapi seluruh syarat dan dokumen ekstradisi yang dibutuhkan pemerintah Singapura di pengadilan nanti.
Baca Juga
Supratman menyebut proses pemulangan Paulus masih akan memakan waktu yang panjang. Dia menyebut setelah putusan pengadilan, para pihak masih bisa mengajukan upaya hukum banding satu kali sebelum putusan memeroleh kekuatan hukum tetap.
"Ini prosesnya masih panjang teman-teman semua, karena setelah keputusan kalau ternyata nanti dinyatakan permohonan ekstradisi kita diterima, masing-masing pihak baik kita sebagai pemohon maupun yang bersangkutan masih memungkinkan untuk mengajukan upaya banding sekali dan karena itu kita tunggu," tutur mantan Ketua Baleg DPR itu.
Di sisi lain, Ketua KPK Setyo Budiyanto juga telah menjelaskan bahwa sistem hukum di Singapura dan Indonesia berbeda. Namun demikian, dia memastikan KPK sudah memenuhi seluruh permintaan pemerintahan Singapura, dalam hal ini Attorney General Chambers (AGC) atau Kejaksaan, terkait dengan kelengkapan syarat ekstradisi.
"Itu dari dokumen, surat, semuanya kita serahkan. Kurang kita tambahin, masih butuh apa kita lengkapi. Nah, kemudian apa yang kemudian nanti akan diputuskan oleh pemerintah Singapura ya pastinya kembali kepada sistem hukum. Namun sampai dengan hari ini berdasarkan kerja sama, koordinasi dengan kementerian hukum, dengan aparat penegak hukum yang ada di kita, semuanya masih optimis, merupakan ekstradisi yang pertama ini mudah-mudahan bisa terealisasi, bisa terwujud," ujar Setyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Untuk diketahui, Tannos menggugat penahannya secara sementara oleh otoritas di Singapura usai ditangkap pada 17 Januari 2025. Dia merupakan satu dari lima buron yang kini belum ditahan atau masih dikejar KPK.
Sementara itu, di Indonesia, proses penyelesaian kasus e-KTP masih berlangsung. Penyidik KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani.