Keberadaan Harita Nickel menjadi berkah tersendiri bagi petani di Pulau Obi. Hasil pertanian dan peternakan pun diserap untuk konsumsi karyawan.

Salah satu upaya Harita Nickel adalah keberadaan dua kolam khusus yang berfungsi untuk menampung air hujan dan air bekas aktivitas produksi dari smelter.

Harita Nickel juga terus menerapkan prinsip environmental, social, and governance (ESG) dalam kegiatan operasi dan bisnisnya.

Harita Nickel berupaya agar aktivitas pertambangan hingga industri pengolahan nikel tak mencemari lingkungan.

Smelter feronikel milik Harita menggunakan teknologi heat recovery dan sistem pengelolaan air limbah yang bisa dipergunakan ulang pada proses manufaktur.

Harita Nickel membina komunitas nelayan di Pulau Obi, hingga menjadikan mereka pemasok kebutuhan kantin karyawan.

Harita Nickel juga menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk meneliti pemanfaatan dari tailing smelter HPAL.

Melalui anak usaha PT Halmahera Persada Lygend yang mempunyai fasilitas High Pressure Acid Leach (HPAL), Harita Nickel memproduksi nikel dan kobalt.

Harita Nickel (NCKL) mengolah sampah dan limbah tambang menjadi berbagai produk bernilai tambah.

Hingga September 2023, Harita Nickel telah melakukan reklamasi lubang tambang nikel di Pulau Obi mencapai mencapai 197 hektare.

Harita Nickel (NCKL) bersiap melakukan eksplorasi tambang pada izin usaha pertambangan (IUP) yang belum tergarap.

Harita Nickel bersiap membangun fasilitas produksi stainless steel di Pulau Obi.

Berikut tiga budaya baru yang akan dialami oleh pengguna mobil listrik pemula.

Kandungan mineral nikel Pulau Obi kini mulai dihilirisasi, menjadi anak tangga Indonesia masuk dalam rantai pasok Electric Vehicle (EV) global.

Pemerintah berharap seluruh lapisan masyarakat Indonesia punya antusiasme tinggi dengan segala lompatan teknologi terkait kendaraan listrik (EV).

Pemerintah berupaya mencapai net zero emission pada 2060 dengan salah satu upayanya mempercepat penetrasi kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).