Pengaturan kemasan polos tanpa merek untuk seluruh produk rokok dinilai dapat mengancam keberlangsungan tenaga kerja di industri hulu-hilir tembakau.

Para pedagang pasar menilai aturan PP Kesehatan yang diturunkan dalam RPMK telah melakukan diskriminasi pada sektor ekonomi rakyat.

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat jumlah PHK dari Januari hingga akhir Agustus mencapai 46.240 pekerja.

Aturan produksi rokok yang terlalu ketat berpotensi menyebabkan terjadinya PHK massal di industri hasil tembakau.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Kesehatan disebut dapat membuat industri hasil tembakau (IHT) makin terpuruk.

Panen petik pertama harga tembakau mencapai Rp20.000 hingga Rp40.000 per kilogram rajangan bahkan untuk petik ke empat mencapai Rp54.000 per kilogram rajangan.

Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) terkait Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik bakal disahkan pada akhir September 2024.

AMTI menilai pengesahan aturan turunan PP Kesehatan bakal menjerat kinerja industri hilir tembakau.

PP 28/2024 khususnya Pasal 429-463, dianggap tak jauh berbeda dengan isi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Pemerintah resmi melarang perdagangan eceran rokok, pedagang kecil hingga gerai warung tradisional terancam.

Pelaksanaan larangan penjualan rokok eceran dinilai akan menjadi bumerang bagi pemerintah. Berikut ini alasannya.

Kebijakan tarif cukai tembakau yang awalnya bermaksud mengendalikan konsumsi rokok, juga berimbas peningkatan rokok ilegal.

Kemenperin sebut ekspor industri hasil tembakau masih minim. Berikut rapor ekspor emiten rokok mulai dari Gudang Garam (GGRM), Sampoerna (HMSP), WIIM dan ITIC.

Industri pengolahan tembakau masih menunjukkan pertumbuhan positif meski ada kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT).

Areal budi daya tembakau ekspor di Ajong Gayasan dan Kertosari, Jember, Jawa Timur, serta Kebun Klaten, Jawa Tengah.

Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, kembali melanjutkan pembangunan sentra industri hasil tembakau (SIHT).