Bisnis.com, JAKARTA — Dosen hukum tata negara Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, Bivitri Susanti menjelaskan mengenai mekanisme pemakzulan terhadap presiden dan wakil presiden.
Bivitri menuturkan bahwa pemakzulan bisa dilakukan kepada salah satu pemimpin negara, sehingga tidak harus ‘sepaket’ presiden dan wakilnya. Meskipun saat pemilihannya mereka ‘sepaket’.
Dia menyebut hal itu tertuang dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 setelah amandemen yang berbunyi:
“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”.
Adapun, penjelasannya ini dia sampaikan kala merespons pernyataan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut Pilpres 2024 memilih satu paket Presiden dan Wapres. Pernyataan Jokowi ini muncul saat menjawab soal surat usulan pemakzulan Gibran.
“Tidak [harus ‘sepaket’]. Jadi secara konstitusional di Pasal 7 [UUD 1945] itu kan presiden dan garis miring atau wakil presiden. Jadi salah satunya saja bisa dimakzulkan,” terangnya kepada Bisnis, Selasa (10/6/2025).
Baca Juga
Sebab itu, pakar hukum tata negara ini menilai bila ada pihak yang menyatakan pemakzulan itu harus dilakukan sepaket antara presiden dan wakilnya, maka itu salah dan keliru.
“Salah baca berarti, karena Pasal 7 [UUD 1945] itu bilangnya presiden dan garis miring atau. Artinya dia bisa presiden saja atau wakil presiden saja atau dua-duanya. Itu makna dan garis miring atau,” bebernya.
Senada, pakar hukum tata negara Feri Amsari juga menekankan bahwa sejauh ini pemakzulan di Indonesia bisa secara bersamaan antara presiden dan wakilnya atau bisa sendiri-sendiri.
“Sejauh ini pemakzulan di Indonesia menurut UUD 1945 Pasal 7 bisa sepaket bisa sendiri. Makanya ada frasa alternatif kumulatif yang maksudnya dia bisa [dimakzulkan] bersama-sama, bisa masing-masing. Makna kata dan/atau [di Pasal 7] bisa dua-duanya, bisa satu satu. Jadi tidak benar itu kalau sepaket,” jelasnya.
Jokowi: Harus Sepaket
Sebelumnya, Jokowi akhirnya berkomentar soal nasib putra sulungnya yang saat ini menduduki kursi RI 2, seusai forum Purnawirawan TNI mengirimkan surat pemakzulan Gibran ke DPR dan MPR.
Menurut eks Gubernur Jakarta ini, hal tersebut merupakan dinamika demokrasi. Artinya, kata dia, hal tersebut merupakan hal yang wajar atau biasa dalam negara demokrasi.
Meski demikian, Jokowi menegaskan bahwa Pilpres 2024 memilih satu paket Presiden dan Wapres. Sebagaimana diketahui, Gibran tak sendirian tetapi dipasangkan dengan Prabowo Subianto hingga akhirnya menang telak 58% mengalahkan lawan-lawannya.
Kondisi itu, menurut dia, berbeda dengan apa yang terjadi Filipina. Di negara tetangga tersebut, Parlemen Filipina baru saja memakzulkan Sara Duterte, putri dari mantan Presiden Rodrigo Duterte, setelah berseteru dengan Presiden Ferdinand Marcos Jr. alias Bongbong.
“Pemilihan Presiden kemarin kan satu paket. Bukan sendiri-sendiri. Di Filipina kan sendiri-sendiri. Di kita ini satu paket," kata dia.
Sehingga Jokowi menyatakan penting untuk mengikuti mekanisme ketatanegaraan yang ada. "Jadi sekali lagi sistem ketatanegaraan kita punya mekanisme, harus diikuti," terang dia.